Hingga saat ini, masih banyak orang awam yang tak menyadari bahwa profesi notaris dan PPAT berbeda. Tak sedikit yang menyamaratakan keduanya karena yang berprofesi sebagai notaris belum tentu juga PPAT. Tetapi memang diperbolehkan untuk memegang dua jabatan notaris dan PPAT sekaligus. Untuk itu agar tak lagi keliru, Lamudi akan menjelaskan perbedaan notaris dan PPAT dari definisi, dasar hukum, kode etik, tugas dan wewenang yang terkait.
Perbedaan Definisi Notaris dan PPAT
Perbedaan
notaris dan PPAT dari definisinya: Dalam pasal 1 angka 1 UUJN disebutkan
bahwa definisi notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Sedangkan definisi
PPAT tercatat dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. P.P.A.T. atau Pejabat
Pembuat Akta Tanah adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Perbedaan Dasar Hukum Notaris dan PPAT
Perbedaan
notaris dan PPAT dari segi dasar hukum: Dasar hukum profesi
notaris diatur dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
jabatan notaris. Dasar pengangkatan sebagai Notaris melalui Surat
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 23 Nopember
1998 nomor C-537.HT.03.01-Th.1998 tentang Pengangkatan
Notaris. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan notaris dilakukan
oleh Menteri Hukum dan HAM dan sebelum memegang jabatan dan
harus disumpah di hadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya
2 bulan setelah pengangkatan.
Sedangkan
berbeda dengan notaris, dasar hukum pengangkatan PPAT sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah adalah Surat Keputusan Menteri Negara Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 2 Juni 1998 nomor
8-XI-1998 tentang Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dan
Penunjukan Daerah Kerjanya. PPAT diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan.
Dasar hukum PPAT diantaranya UU No. 5 tahun 1960, PP No. 24 tahun 1997, PP No.
37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT (PJPPAT) dan PerKBPN No. 1 tahun
2006.
Perbedaan Kode Etik Notaris dan PPAT
Perbedaan
notaris dan PPAT dari kode etiknya: Setelah pengangkatan,
berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UUJN notaris yang diangkat harus
mengucapkan sumpah notaris yang isinya harus menjaga sikap, tingkah laku dan
akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab sebagai notaris. Amanah yaitu merahasiakan isi
akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan. Dalam jabatan
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa
pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada
siapa pun. Menurut Pasal 83 Ayat 1, Kode Etik Notaris ditetapkan
oleh Organisasi Notaris. Organisasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal
1 Angka 13 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No.M-01.H.T.03.01
Tahun 2003 tentang Kenotarisan, yaitu Ikatan Notaris Indonesia
(INI). Kode Etik Notaris yang berlaku berdasarkan Keputusan Kongres Luar
Biasa INI tanggal 27 Januari 2005 di Bandung. Pasal 1 angka 2 Kode Etik
Notaris menyebutkan “Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya
akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan
oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal
itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris pengganti, dan
Notaris Pengganti Khusus.”
Sedangkan, Kode
Etik PPAT ada dalam peraturan lebih lanjut yaitu Pasal 28 ayat
(2) huruf c Perka BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah. Yang berwenang mengangkat dan memberhentikan dengan tidak
hormat dari jabatannya jika melanggar kode etik profesi adalah Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Kode etik profesi PPAT disusun
oleh Organisasi PPAT dan/atau PPAT Sementara dan ditetapkan
oleh Kepala BPN yang berlaku secara nasional (Pasal 69 Perka BPN 1/2006).
Organisasi PPAT yang dimaksud saat ini adalah Ikatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (IPPAT). Kode Etik Profesi PPAT yang berlaku saat ini yaitu
hasil keputusan Kongres IV IPPAT 31 Agustus – 1 September 2007. Pasal 1
angka 2 Kode Etik Profesi PPAT menyebutkan “Kode Etik PPAT dan
untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang
ditentukan oleh Perkumpulan berdasarkan keputusan kongres dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota Perkumpulan IPPAT dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan
sebagai PPAT, termasuk di dalamnya para PPAT Pengganti.” Yang
berwenang melakukan pengawasan dan penindakan kode etik PPAT ada pada Majelis
Kehormatan yang terdiri dari Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan
Pusat.
Perbedaan Tugas dan Wewenang Notaris dan PPAT
Perbedaan
notaris dan PPAT dari segi tugas dan wewenang: Tugas dan Wewenang
Notaris ialah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta
itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang.
Disebutkan
pula bahwa notaris berwenang dalam:
1.
mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
2.
membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
3.
membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
4.
melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5.
memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6.
membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7.
membuat akta risalah lelang.
Sedangkan
tugas dan kewenangan PPAT tercantum dalam pasal 2 ayat 1
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, PPAT bertugas pokok melaksanakan
sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah
dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan
data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Perbuatan
hukum yang dimaksud adalah:
a.
Jual beli;
b.
Tukar menukar;
c.
Hibah;
d.
Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e.
Pembagian hak bersama;
f.
Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g.
Pemberian Hak Tanggungan;
h.
Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Cara kerja notaris PPAT
Perbedaan ppat dan
notaris dari cara kerjanya: Cara Lingkup kerja PPAT hanya per wilayah atau per
kota, sedangkan notaris berwenang membuat akta selama perbuatan hukum yang
dilakukan ada dalam wilayah kerjanya. Sebagai contoh, notaris yang bertempat di
Tangerang dapat membuat akta hingga wilayah Serang karena termasuk dalam
wilayah kerjanya yaitu Propinsi Banten.
Komentar
Posting Komentar